Video game yang beredar saat ini banyak yang tidak mendidik. Selain hanya mengandalkan kecekatan pemainnya, game-game saat ini sering kali hanya mengumbar kekerasan. Pemain tidak diajak untuk belajar.
Pernyataan ini muncul dari mulut seorang bocah berusia 12 tahun. Bocah ini bukan sembarang bocah. Dia adalah Fahma Waluya Rosmansyah (12). Bersama adiknya, Hania Pracika Rosmansyah (6), dia menjadi juara dalam ajang 10th Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) 2010 untuk kategori Secondary Student Project, yang diselenggarakan di Malaysia, 12-16 Oktober silam.
Keprihatinan akan minimnya game-game yang edukatif dan kecintaan kepada adiknya lah yang membuat Fahma menciptakan beberapa aplikasi dan game. Saat ini sudah 12 aplikasi dan game dibuatnya.
Semua game dan aplikasi buatannya walaupun sederhana namun bisa menjadi alat belajar untuk anak-anak. English for Children (Enrich) misalnya. Sebuah aplikasi yang mengajak pemainnya untuk belajar bahasa inggris. Tidak hanya teks dan gambar, dalam aplikasi ini juga ada suara.
"Jujur apa yang menginspirasi saya untuk buat game dan aplikasi adalah dia," katanya sambil menunjuk Hania. Sang adik pun tersenyum.
"Kak, buatin game lagi dong," katanya merajuk.
Dengan sigap, Fahma pun membuat sketsa dan memasukan script di aplikasi Adobe Flash CS 3, software yang biasa dia pergunakan untuk membuat aplikasi dan game.
"Saya buat ini biar adik saya belajar. Itu kenapa game atau aplikasi buatan saya adalah game atau aplikasi edukasi," jelas siswa SMP Salman Al Farisi Bandungini.
Peranan Hania pun tidak sedikit dalam proses pembuatan game dan animasi. Selain menjadi sumber inspirasi, si adik juga menjadi pengisi suara dan tester setiap aplikasi atau game yang dibuat.
Bukan tanpa alasan Fahma memilih adiknya sebagai partner dalam membuat aplikasi atau game. Selain karena mudah ketemu, bisa menjaga rahasia adalah poin penting bagi Fahma. Karena menurutnya dalam membuat aplikasi atau game, sering kali ada bajak membajak ide. Dan ide adalah dasar dalam membuat aplikasi atau game.
"Saya lebih suka kerja bareng dengan adik sendiri. Pernah sih kepikiran untuk bikin tim dengan temen. Tapi saya kurang cocok. Karena kalau dengan adik kan sudah tahu apa keinginannya, apa kebutuhannya. Dan terus bareng-bareng. Kalau dengan teman kan kadang suka susah ketemu, dan ngga semua temen bisa jaga rahasia. Itu yang penting," ungkapnya.